TIMES PANDEGLANG, JAKARTA – Di tengah semangat Hari Sumpah Pemuda yang menggema di akhir Oktober 2025, sebuah laporan mengejutkan datang dari Global Anti Scam Alliance (GASA). Organisasi internasional itu, bersama Mastercard dan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), merilis laporan “State of Scams in Indonesia 2025”—sebuah potret buram tentang bagaimana penipuan digital telah merambah kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Di balik gawai yang nyaris tak pernah lepas dari genggaman, ancaman siber kini bersembunyi di pesan singkat, tautan promo palsu, dan akun media sosial yang tampak meyakinkan. Dan yang paling rentan, ternyata bukan mereka yang awam digital, melainkan Generasi Z dan Milenial—kelompok yang paling aktif berselancar di dunia maya.
Rp49 Triliun Hilang di Dunia Maya
Menurut laporan tersebut, dua dari tiga orang dewasa di Indonesia (66 persen) mengaku pernah terpapar penipuan digital dalam setahun terakhir—angka yang setara dengan rata-rata 55 kali paparan per orang per tahun.
Dari jumlah itu, 35 persen benar-benar menjadi korban, dan 14 persen mengalami kerugian finansial.
Total kerugian yang tercatat mencapai Rp49 triliun, atau sekitar Rp1,7 juta per orang dalam 12 bulan terakhir. Platform yang paling sering digunakan pelaku adalah pesan langsung seperti WhatsApp, Telegram, dan SMS—medium yang paling dekat dengan keseharian pengguna internet di Indonesia.
“Bukan Lagi Soal Uang, tapi Soal Kepercayaan”
Reski Damayanti, Ketua GASA Indonesia Chapter sekaligus Chief Legal & Regulatory Officer IOH, menyebut penipuan digital kini telah berubah menjadi ancaman sistemik.
“Penipuan digital mengikis kepercayaan publik, menguras keuangan masyarakat, dan mengancam keamanan konsumen setiap hari. Indonesia perlu sistem pencegahan yang lebih kuat dengan dukungan teknologi canggih seperti AI, serta regulasi yang jelas,” ujarnya.
Menurut Reski, perjuangan melawan penipuan digital bukan sekadar tugas satu lembaga. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor, antara pemerintah, industri, dan masyarakat sipil, untuk memulihkan kembali kepercayaan publik terhadap ruang digital.
Mastercard: Membangun Ekonomi Digital yang Tepercaya
Dalam kesempatan yang sama, Aileen Goh, Country Manager Mastercard Indonesia sekaligus Wakil Ketua GASA Indonesia Chapter, mengingatkan bahwa ekonomi digital Indonesia hanya bisa tumbuh bila publik percaya terhadap ekosistemnya.
“Pertumbuhan digital membuka peluang besar bagi jutaan masyarakat, tapi juga membuka pintu baru bagi pelaku kejahatan siber. Karena itu, yang kita butuhkan bukan hanya teknologi, tapi aksi kolektif,” kata Aileen.
Mastercard, ujarnya, berfokus pada kolaborasi lintas sektor—mulai dari berbagi intelijen ancaman, investasi inovasi, hingga memperkuat ketahanan siber di seluruh lini masyarakat.
Google: AI Jadi Garda Depan Perlindungan Pengguna
Dari sisi teknologi, Putri Alam, Government Affairs and Public Policy Director Google Indonesia, menjelaskan bahwa AI kini menjadi benteng utama melawan penipuan digital.
“Kami menanamkan fitur keamanan berbasis AI langsung ke produk kami, seperti deteksi penipuan real-time di Google Messages dan fitur Safe Browsing di Chrome. Semua ini didesain dengan prinsip private by default dan secure by design,” ujarnya.
Sebagai pimpinan Komite Edukasi dan Kesadaran GASA Indonesia, Google berkomitmen memperkuat literasi digital masyarakat agar pengguna mampu mengenali ancaman dan menavigasi dunia maya dengan lebih aman.
Wajah Nyata di Balik Angka
Namun di balik angka-angka statistik itu, tersimpan kisah nyata yang menyayat.
Brian D. Hanley, Direktur GASA Asia Pasifik, menegaskan bahwa setiap penipuan punya korban manusia di baliknya.
“Ada orang tua yang kehilangan tabungan, mahasiswa yang takut melapor, atau pelaku UMKM yang tak bisa bangkit lagi. Penipuan bukan hanya soal kehilangan uang—tapi juga kehilangan rasa percaya antar sesama,” kata Hanley.
Karena itu, katanya, pemerintah, industri, dan masyarakat sipil harus bersatu untuk membangun kembali kepercayaan digital bangsa.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Riset GASA: Gen Z dan Milenial di Pusaran Penipuan Digital Rp49 Triliun
| Pewarta | : Rochmat Shobirin | 
| Editor | : Imadudin Muhammad | 
 Berita
 Berita 
       
             
             
             
             
             
             
             
             
             
             
                 
                 
                 
                 
                 
             
             
             
             
             
             
             
             
             
             
               TIMES Pandeglang
            TIMES Pandeglang